PERSON WHOSE NOT BELIEVE IN GOD!

VIVAnews - Teori fisikawan terkemuka, Stephen Hawking, bahwa Tuhan tidak ada sangkut pautnya dengan penciptaan alam semesta telah mengundang reaksi keras dari kaum rohaniwan di Inggris. Menurut mereka, teori Hawking itu tidak bisa diterima sebagai kebenaran apalagi sampai mengusik keimanan orang lain.
Kepala Gereja Kristen Anglikan, Rowan Williams, tidak bisa menerima argumen Hawking bahwa alam semesta bisa tercipta tanpa campur tangan Tuhan. Menurut Williams, manusia sejak dahulu percaya bahwa Tuhan menciptakan semesta.
"Percaya kepada Tuhan bukan sekadar mengisi kekosongan dalam menjelaskan bagaimana suatu hal terkait dengan hal lain di dalam alam semesta," kata Williams dalam majalah "Eureka" terbitan harian The Times.
"Kepercayaan itulah yang menjelaskan bahwa ada suatu unsur yang pintar dan hidup dimana segala sesuatu pada akhirnya bergantung pada keberadaannya," lanjut Williams yang komentarnya juga dikutip laman harian The Telegraph, Jumat 3 September 2010. 
"Ilmu fisika dengan sendirinya tidak akan menjawab pertanyaan mengapa ada ketimbang tiada," lanjut Williams. Dia mengritik pernyataan Hawking bahwa,"Karena ada hukum seperti gravitasi, alam semesta bisa dan akan tercipta sendiri."
Williams pun tidak habis pikir dengan pernyataan ilmuwan berusia 68 tahun itu bahwa "Kreasi yang spontan merupakan alasan mengapa ada ketimbang tiada, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada."
Selain Williams, kritik juga muncul dari pemuka agama lain, seperti Pemimpin Gereja Katolik Roma di Inggris, Lord Sacks, dan Ibrahim Mogra, Ketua Dewan Muslim Inggris. Kepada The Times, Lord Sacks menilai bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu penjelasan, sedangkan agama adalah menyangkut tafsiran. 

Melalui buku barunya yang akan terbit 9 September mendatang, "The Grand Design," Hawking mementahkan keyakinan Isaac Newton - dan juga pandangan Hawking sendiri - bahwa jagat raya termasuk Bumi terbentuk akibat campur tangan ilahi.
Dalam ringkasan buku yang pertama kali diterbitkan harian Inggris, The Times, Hawking menantang teori Newton bahwa alam semesta pastinya didesain oleh Tuhan karena tidak mungkin muncul dari fenomena chaos. Buku terbaru itu ditulis Hawking bersama fisikawan Amerika, Leonard Mlodinow.
Bukan kali ini saja Hawking mengesampingkan konsep Tuhan dalam mengemukakan teorinya. Dalam wawancara dengan stasiun televisi Inggris, Channel 4, Juni lalu, Hawking mengaku tidak percaya bahwa ada Tuhan secara "personal."
"Pertanyaannya adalah, apakah demikian caranya alam semesta mulai dipilih oleh Tuhan bagi alasan-alasan yang kita tidak bisa pahami, atau apakah itu ditentukan oleh suatu dalil ilmiah?" Saya percaya yang kedua," kata Hawking saat itu dalam program acara "Genius of Britain."
"Bila kalian mau, kalian bisa menyebut dalil-dalil ilmiah itu 'Tuhan.' Namun bukan seperti suatu Tuhan yang personal yang bisa kalian temui dan kalian tanya," lanjut Hawking.

ITULAH ARGUMEN DARI HAWKING. PERNYATAAN YANG TIDAK MENDASAR!


SUMBER: YAHOO.COM

Kwan Im Live

Guan Yin (in Chinese: 觀音, pinyin guānyīn)

full name: 觀世音 Guan Shi Yin

in Thai: กวนอิม)
Chinese Bodhisattva/ Goddess of Compassion, Mercy and Kindness

considered to be a mother-goddess and patron of seamen.
 



NAME
The name Guan Yim also spelt Guan Yin, Kuan Yim, Kwan Im,
(meaning "Observing the Sounds (or Cries) of the (human) World".)
Highly respected in Asian cultures, Guan Yim bears different names as follows:
Hong Kong: Kwun Yum
Japan: Kannon or more formally Kanzeon; the spelling Kwannon, 
(based on a pre-modern pronunciation, is sometimes seen)
Korea: Gwan-eum or Gwanse-eum
Thailand: Kuan Eim (กวนอิม) or Prah Mae Kuan Eim
Vietnam: Quan Âm




In Chinese Buddhism, Guan Yim/ Guan Yin/Kuan Yim/ Kuan Yin 
is synonymous with the Bodhisattva Avalokitesvara, the pinnacle of mercy, compassion, kindness and love.
(Bodhisattva- being of bodhi or enlightenment, 
one who has earned to leave the world of suffering and is destined to become a buddha,but has forgone the bliss of nirvana with a vow to save all children of god.
Avalojkitesvara: The word ‘avalokita’ means "seeing or gazing down" and ‘Êvara’ means "lord" in Sanskrit).


Among the Chinese, Avalokitesvara is almost exclusively called Guan Shi Yin Pu Sa. 
The Chinese translation of many Buddhist sutras has in fact replaced the Chinese transliteration of Avalokitesvara with Guan Shi Yin.
Some Taoist scriptures give her the title of Guan Yin Da Shi, and sometimes informally as Guan Yin Fo Zu.
ORIGIN
Along with Buddhism, Guan Yim's veneration was introduced into China as early as the 1st century AD,
and reached Japan by way of Korea soon after Buddhism was first introduced into the country from the mid-7th century.
Representations of the bodhisattva in China prior to the Song Dynasty (960-1279 AD, Northern - and Southern Song Dynasty) 
were masculine in appearance.
It is generally accepted that Guan Yim originated as the Sanskrit Avalokitesvara, which is her male form, 
since all representations of Bodhisattva were masculine.
Later images might show female and male attributes, since a Bodhisattva, in accordance with the Lotus Sutra, 
has the magical power to transform the body in any form required to relieve suffering, so that Guan Yim is neither woman nor man. 
In Mahayana Buddhism, to which Chinese Buddhism belongs, gender is no obstacle to Enlightenment.
As the Lotus Sutra relates, the bodhisattva Kuan Shih Yin, "by resort to a variety of shapes, travels in the world, 
conveying the beings to salvation."
The representation in China was further interpreted in an all-female form around the 12th century, during the Ming Dynasty (1368- 1644 AD).
The twelfth-century legend of the Buddhist saint Miao Shan (see below), the Chinese princess who lived in about 700 B.C., is widely believed to have been Kuan Yin, reinforced the image of the bodhisattva as a female.
In the modern period, Guan Yim is most often represented as a beautiful, white-robed woman, a depiction which derives from the earlier Pandaravasini form.